Senin, 04 April 2011

DPR Lama Bantah "Wariskan" Gedung Baru
Penulis: Caroline Damanik | Editor: Inggried
Senin, 4 April 2011 | 17:36 WIB
 
 
www.dpr.go.id Rancangan pembangunan gedung baru DPR yang menelan biaya sekitar Rp1,2 triliun.
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota DPR RI periode 2004-2009 yang tergabung dalam Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI membantah telah merekomendasikan rencana pembangunan gedung baru ketika masih menjabat sebagai anggota dewan. Oleh karena itu, mereka mengaku heran ketika Ketua DPR RI Marzuki Alie menyebutkan bahwa rencana tersebut merupakan warisan dari DPR periode lalu.
"Tim Peningkatan Kinerja DPR RI itu dibentuk dulu untuk sayembara grand design kompleks Parlemen RI, bukan gedung baru. Nah, sekarang tiba-tiba ada gedung dengan biaya yang sama (dengan anggaran untuk kompleks keseluruhan). Ini ada pembelokan rencana dari awal. Ada sedikit fitnah seolah-olah kita minta mereka menjalankan skenario yang kita jalankan dulu," ungkap Eva Kusuma Sundari yang kini masih menjabat sebagai Anggota DPR RI dalam keterangan pers, Senin (4/4/2011), di Gedung DPR, Jakarta.
Menurut catatan, tim dibentuk pada Februari 2006 untuk mengevaluasi kinerja dewan selama ini sehingga bisa memberikan rekomendasi langkah-langkah dewan untuk menjalankan tugas dan fungsi sebagai wakil rakyat sesuai UUD 1945. Salah satu rekomendasinya dihasilkan oleh Tim Peningkatan Kinerja DPR RI bidang sistem pendukung, yaitu penyelenggaraan Sayembara Kompleks Parlemen RI. Rekomendasi ini muncul karena kebutuhan akan grand design kompleks Parlemen RI secara terpadu, terintegrasi dan bisa menjadi landmark ibukota dengan luas sekitar 72,8 hektar meliputi perluasan area dari Manggala Wana Bhakti hingga arena Taman Ria Senayan dan TVRI.
Ketika tim tengah membahas rencana penyelenggaraan sayembara, muncullah sebuah BUMN dengan membawa maket gedung dan berniat ingin mempresentasikannya kepada tim. Tim pun segera menolak karena yang dibutuhkan adalah grand design kompleks parlemen secara menyeluruh, bukan unit gedung DPR.
"Tim Peningkatan Kinerja mengantarkan bukan pada proyek gedung tapi grand design. Yang sudah kita putuskan adalah pembiayaan untuk lomba dan outputnya," kata politisi PDI Perjuangan ini.
Lalu, tim membentuk tim pengarah lagi dan bekerja sama dengan IAI dan Inkindo untuk menjadi penyelenggara sayembaranya. Politisi Golkar Darul Siska ditunjuk sebagai ketua tim pengarah. Sebagai pra-sayembara, tim menggelar workshop untuk menyusun kerangka kerja acuan sayembara. Namun, setelah acuan selesai, sayembara justru batal dilaksanakan.
"Sayembara tidak pernah terjadi. Harusnya antara Juli-September 2009 tapi gagal karena tarik ulur anggaran antara Setjen dan PT Yodya Karya," kata Darul.
Menurutnya, sayembara itu terhambat karena menurut peraturan, IAI dan Inkindo tak diperbolehkan menjadi penyelenggara sayembara. Maka, Setjen dinilai mengakali dengan menunjuk langsung PT Yodya Karya sebagai penyelenggara sayembara dengan IAI dan Inkindo sebagai penyelenggara teknis. Sayembara tetap gagal. Tetapi proses ternyata terus berlanjut hingga dewan periode baru. Bahkan, hingga muncul maket gedung.
"Waktu itu, biaya penyelenggaraan sayembara enggak sampai Rp 2 milyar. Tapi kita melihat ini ada proses yang lompat-lompat. Harusnya masih mengurusi grand design, malah disorongkan maket gedung," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar